Header Ads

KH. Zubair Umar Al Jailaniy, Pakar Astronomi yang Mendunia

PESANTREN ANTARIKSA -- Beliau pernah belajar sampai ke Makkah, namun bukannya menjadi santri, justru malah menjadi guru. KH. Zubair Umar Al Jailaniy, adalah satu diantara sedikit ulama’ ahli falaq (ilmu perbintangan) yang telah melegenda. Jangkar keilmuannya tidak hanya diakui di Indonesia, melainkan dunia.

Petualang Pondok Pesantren

Beliau yang mempunyai nama lengkap KH. Zubair Umar Al-Jailaniy lahirpada 16 september 1908 M, pada hari Rabu Pahing, bertepatan 19 Sya'ban 1326 H/1838 Jawa di Padangan, Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.

Tidak banyak sumber yang mengisahkan perjalanan Zubair muda dalam menuntut ilmu. Maslahah, menantu KH. Zubair menjelaskan, Zubair muda adalah sosok santri yang gemar berpetualang dari satu pesantren ke pesantren lainnya.

Zubair muda mengawali petualangannya pada tahun 1921 setelah 5 tahun belajar di Madrasah ‘Ulum. Syekh Mahfudh, pengasuh Pondok Pesantren Termas Pacitan adalah guru pertamanya. Ia nyantri di Pacitan selama 4 tahun (1921-1925). Merasa belum cukup, Zubair muda bertolak ke Jawa Tengah. Kali ini Pondok Pesantren Simbang Kulon, Pekalongan menjadi tujuannya. Di Simbang Kulon, ia menetap selama satu tahun (1925-1926).

Selanjutnya, Zubair muda menuju singgasana KH. Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng, Jombang. Di Tebu Ireng, ia belajar selama 3 tahun (1926-1929). Hingga akhirnya, setahun setelah petualangannya dari Tebu Ireng, Makkah AL Mukarromah menjadi persinggahan terakhirnya. Beliau menjalankan ibadah haji yang di lanjutkan tholabul ilmi pada tahun 1930-1935.

Diunduh Mantu Kepala Desa

Suatu ketika, KH. Abdul Fatah, seorang kepala desa Reksosari, Kecamatan Suruh, Semarang -yang terkenal kaya raya itu- sowan ke KH. Hasyim Asy’ari. Beliau meminta salah seorang murid KH. Hasyim Asy‘ari untuk dibawa ke Reksosari.

Tanpa pikir panjang, KH. Hasyim Asy’ari dengan senang hati berkenan memberikan salah seorang muridnya kepada Kyai Abdul Fattah. Zubair Umar Al Jailani, salah satu santri yang terkenal tekun itu menjadi kandidat yang akan di kirim ke Reksosari. Waktu itu Mbah Hasyim berpesan, sebelum terjun ke masyarakat ada baiknya Zubair di karantina dulu. Mbah Hasyim mempercayakan semuanya kepada Kyai Abdul Fatah.

Zubair muda tergolong jenius, dalam waktu singkat ia sudah terjun ke masyarakat Reksosari. Hingga ahirnya, jodoh menghampirinya. Zubair Umar al-Jailani diunduh mantu oleh KH. Abdul Fatah untuk dinikahkan dengan putri kesayangannya, Zainab. Atas dasar sam’an wa tho’atan, ia melantunkan ijab kabul pada tanggal 15 September 1929. Dan setahun setelah pernikahannya, KH. Abdul Fatah mengirim Zubair untuk belajar ke Makkah Al Mukarromah dengan di temani istri.

Ulama’ Timur Tengah pun Mengakui

Sebelum berangakat ke Makkah, Mbah Zubair terlebih dahulu sowan ke Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Mbah Hasyim menyarankan agar beliau belajar ilmu hadits dari ulama’-ulama’ Makkah. Akan tetapi, karena sejak kecil sudah gemar otak-atik ilmu falak, beliau memilih untuk lebih mendalami ilmu falaq.

Namun, keinginannya untuk mendapatkan guru Ilmu Falak di Makkah Al Mukarramah tak seperti yang beliau impikan. Keahlian Mbah Zubair dalam bidang astronomi sudah di atas rata-rata. Menyadari hal itu, para ulama’ Makkah –yang semula adalah guru Mbah Zubair- mendadak berbalik arah. Justru Mbah Zubair lah yang kemudian menjadi guru besar bagi para ulama’ Makkah.

Merasa belum puas, Mbah Zubair mencoba berpetualang kembali. Dari Madinah, Syiria (Damaskus) hingga Palestina, beliau masih mencoba mencari guru namun hasilnya nihil. Beliau tetap unggul di antara kalangan ulama’ falak di negara-negara terkenal tersebut.

Hingga akhirnya, setelah ikhtiyar dan bersabar, seseorang menyarankan beliau untuk menemui guru di Al-Azhar Mesir. Disanalah beliau bertemu dengan Syeikh Umar Hamdan dengan kitab kajian al-Matla’ al-Sa’id karya Husain Zaid al-Misra dan al-Manahij al-Hamidiyah karya Abdul Hamid Mursy. Data astronomis yang digunakan kitab al-Khulasah al-Wafiyah (kitab karangan Mbah Zubair) sama dengan data yang ada pada kitab al-Matla’ al-Sa’id, tetapi menggunakan epoch (mabda’) Mekkah (39º50'), karena kitab tersebut dikonsep ketika KH. Zubair bermukim di Makkah.

Dari Pengasuh Pondok Pesantren hingga Rektor IAIN

Sepulangnya dari Mesir, Beliau lebih sering terjun di dunia pengajaran umum dan politik. Selain sibuk menggelar beberapa pengajian, Mbah Zuber juga menjadi PNS di Kantor Depag. Dia pernah menjabat di Mahkamah Tinggi Islam di Solo dan dosen IAIN Walisongo Semarang. Ia merupakan sosok yang disegani sebagai pendidik, baik di IAIN maupun di Pesantren.

Ketokohan Mbah Zubair -yang jenius dan sangat di segani itu- membuat nama beliau masuk jajaran elit IAIN Walisongo. Tercatat pada 05 Mei 1970, jabatan bergengsi menghampiri. Beliau menjabat sebagai Rektor IAIN Walisongo Semarang.

Sebagai seorang ulama, beliau kerap diminta mengisi kegiatan pengajian. Tidak heran, namanya sangat populer di masyarakat dan pemerintahan. Pada atahun 1971, beliau menerima hadiah dari pemerintah tanah seluas 6 hektar untuk dijadikannya sebuah Pondok Pesantren. Beliau memberi nama Pondok Pesantren Joko Tingkir, karena lokasi yang kebetulan berada di kecamatan Tingkir Lor. Namun, sepeninggal Mbah Zuber, Pondok Joko Tingkir tidak lagi menggelar pengajian. Faktor generasi di tengarai menjadi penyebabnya.

Berjuang di Jalur Politik

Meski terkenal, Mbah Zubair tetap bersikap tawadluk. Sikap yang diartikan tulus dan rendah hati membuat para pejabat hingga masyarakat kecil segan kepadanya.

Mbah Zuber juga aktif dalam dunia politik. Teracatat sekitar tahun 1977 hingga akhir tahun 1980-an, Mbah Zuber kerap hadir pada kampanye partai yang populer dengan simbol pohon beringin. Konon, karena kedekatannya dengan masyarakat itu, membuat partai terkuat Orba tersebut memperoleh suara terbanyak di Kota Salatiga dan sekitarnya. Kepandaiannya dalam ilmu hukum agama Islam, membuatnya kerap menjadi ''penasihat hukum'' dan rujukan siapa saja untuk membantu penyelesaian masalah berkaitan dengan hukum Islam. 'Permasalahan apa pun yang berkaitan dengan Islam, selalu yang menjadi rujukan adalah KH Zubair. Bahkan kerap menjadi rujukan para tokoh agama Islam lainnya.

Kembali ke Rahmatullah

10 Desember 1990, ulama’ ahli astronomi itu berpulang. Tepat pada tanggal 24 Jumadil-ula 1411 H, Mbah Zubair kembali ke rahmatullah. Beliau di semayamkan di komplek pemakaman Kauman, Salatiga. Ribuan jamaah mengantar kepergiannya, bersama dengan gumpalan awan gelap yang tak bisa menahan bulir-bulir beningnya di atas sana. []

KH. Zubair Umar Al Jailany

 Lahir         : 16-09-1908 di Pandangan, Bojonegoro

Menikah   : Suruh, 15-09-1929

Istri           : Hj. Zainab

Anak         : Cholid, Wasil, Anisah, Djahfal, Wardiyah, AL Humam, Jauhariyah.

Tidak ada komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Diberdayakan oleh Blogger.